Senin, 16 Maret 2009

PROSA

“AAAAAAHHHHHH”

Oleh : Nurty Mala.

Ketika kain kafan yang menutupi seluruh mayat itu dibuka, semua mata yang hadir waktu penyiraman terbelalak kaget melihat kearah tangan sang mayat yang terbujur kaku. Ternyata tangan sang mayat hilang dari telapak tangan sampai sebatas diatas pergelangan, putus tak beraturan seakan terpotong dengan kampak yang tumpul.

Darah yang mongering kehitaman tampak melumuri tangan yang terpotong tersebut. Suara yang keluar dari karma yang hadir seperti suara beribu ribu lebah, membuat suasana semakin mencekam.

“ Maaf, krama banjar semua, karena luka yang tak sembuh sembuh dan sangat membahayakan jiwa, maka tangan Dharma dipotong. Tetapi karena sudah kehendak Beliau, maka Dharmapun pulang ke Tanah Wayah.” Demikian penjelasan dari Kelihan Banjar,tentang kehilangan tangan Dharma, memecahkan geriungan suara lebah tersebut.

“ OOO ” Suara karma banjar tercekat.

Dan mayat Dharma, anak satu satunya dari Pak Sudira dan Ibu Sriani pun dimandikan untuk terakhir kalinya oleh krama banjar yang hadir sore itu.

Setelah selesai dimandikan dan diupacarai seperlunya maka mayat Dharma kembali diletakkan di bale bale yang tersedia.

Karena waktu penguburan menunggu hari baik maka krama banjar wajib melakukan pagebagan di rumah yang mempunyai kematian selama tiga hari setelah mayat dimandikan oleh krama banjar.

Sambil berjalan pulang dari rumah Pak Sudira, kembali terbayang tangan Dharma yang buntung tak beraturan itu. Otak saya tak dapat menerima penjelasan dari Bapak Kelihan tadi. Apakah benar tangan Dharma diamputasi. Kalau diamputasi, mengapa begitu ceroboh dokter memotong tangan pasien sehingga tampak tulangnya tidak rata dan begitu mengerikan hasilnya?. Dan banyak lagi pertanyaan yang muncul dari kepala saya yang plontos ini. Teman saya yang rumahnya dekat dengan Pak Sudira mengatakan, tangan Dharma kena sabit ketika dia menyabit rumput di sawah bapaknya yang ada di dekat pantai. Juga menurut tetangganya, Dharma ditemukan oleh penduduk yang berada di sekitar sawahnya terkapar dengan tangan yang bersimbah darah dua hari yang lalu. Tetapi menurut saya, semua jawaban itu tidak masuk akal sehingga saya menjadi tambah penasaran dibuatnya.

Waktu kelompok saya mendapat giliran melakukan pagebagan, maka saya sengaja duduk dekat Pak Sudira agar seluruh rasa penasaran yang mendekam di kepala selama dua hari terbayar dengan lunas.

” Tabah dan iklaskan saja Pak, semua ini mungkin sudah suratan” Sapa saya kepada Pak Sudira, wajahnya tampak lesu dan sangat sedih.

” Nggih, ini memang sudah nasib saya dan Ibunya, tetapi seperti tidak kuat saya menahan semua ini. Saya merasa sedih, mengapa begitu cepat Dharma dipanggil, mengapa tidak saya saja yang duluan dipanggil. Padahal anak saya itu sangat rajin dan patuh kepada orang tuanya. Setahu saya dia sangat disenangi oleh kawan kawannya. Dan sayapun merasa tidak punya musuh. Menurut Balian Peluasan yang saya tanyakan, katanya dia ini orang yang melik, sehingga banyak yang menginginkan untuk dijadikan tumbal. Rohnya katanya sudah dihaturkan ke Pura Dalem oleh orang yang menginginkan. Juga menurut Balian, orang yang menghaturkan ke Pura Dalem tersebut tidak jauh dari lingkungan keluarga sendiri. Memang kalau dipikir, masuk akal juga apa yang dikatakan oleh Balian itu. Kalau tidak orang yang ikut Medewa Hyang disini mana mungkin bisa seperti itu.” Kata Pak Sudira dengan suara yang bergetar serta mata berkaca kaca.

”Ah, Sudahlah Pak, semua ini mungkin sudah kehendakNya, memang benar apa yang dikatakan oleh Balian, tetapi untuk menjaga kerukunan persaudaraan lebih baik kita serahkan saja kepada Ida Betara, dan kita berdoa semoga Dharma pergi dengan tenang menghadapNya” Demikian hibur saya.

” Yah, semoga dia bersamaNya” Kata Pak Sudira lirih.

Seperti seorang wartawan yang tidak mau tahu duka orang, saya terus mengejar Pak Sudira dengan pertanyaan pertanyaan seputar sebab sebab kematian Dharma.

Pak Sudira bercerita, anaknya ditemukan disawah dekat pantai miliknya,dengan tangan yang hampir putus bersimbah darah, matanya tebelalak seakan akan melihat sesuatu yang sangat mengerikan, serta celana Dharma yang dipakai berbau sangat pesing, mungkin dia sampai terkencing.

Kematian Dharma yang tidak wajar ini sudah ditangani oleh pihak yang berwajib. Semua yang diperlukan untuk penyelidikan sudah dijawab setiap polisi datang kerumahnya.

”Sampai bosan rasanya saya menceritakan kejadian yang menimpa anak saya itu” Keluh Pak Sudira di sela sela menerima krama banjar yang datang akan begadang memenuhi kewajibannya.

Seorang krama banjar telah berpulang dengan menyisakan cerita yang mengerikan bagi orang orang yang mendengar bagaimana Dharma meninggal di sawah ayahnya yang terletak dekat pantai itu.

Rasa penasaran yang selalu berputar putar tentang kematian Dharma di kepala yang gundul ini mulai sirna dengan berjalan sang waktu serta kesibukan mengurus anak anak yang mulai menghadapi ulangan umum.

Sudah sekitar sebulan kepergian Dharma, tiba tiba saya dikejutkan oleh berita dikoran yang biasa saya beli secara eceran di dekat pedagang nasi be penyu, pedagang nasi ini khusus buka setiap hari minggu dengan menu be penyu, karena kalau setiap hari berjualan, takut penyu yang ada dilaut akan punah.

”TELAH KANDAS SEEKOR PENYU SEBESAR VW KODOK”.

Membaca kepala berita yang sangat sensasi tersebut, kembali kumat penyakit lama saya yaitu penasaran.

Dengan tidak sabar saya membaca berita tersebut, ternyata seekor penyu yang sebesar VW kodok telah kandas di pantai yang selalu ramai dikunjungi oleh penduduk setempat maupun oleh toris manca negara. Menurut seorang nelayan, penyu itu kampih karena telah melakukan perbuatan dosa, sehingga dia harus menebus dosanya dengan keluar dari laut menuju pantai.

Karena penyu yang dikatakan bersalah itu sudah mati, maka para nelayan memotong motong dagingnya untuk dikonsumsi.

Menurut berita koran ternyata didalam perut penyu tersebut ditemukan sepotong tangan dengan cicin melingkar di jari manis.

Membaca sepotong tangan, kembali ingatan saya tentang kematian Dharma. Ketika Dharma meninggal di sawah ayahnya dekat pantai, tangannya hilang dengan luka yang tidak beraturan dan matanya terbeliak serta celana yang basah karena kencing.

” Hah!. Jangan jangan tangan Dharma dimakan oleh penyu ini, matanya terbeliak dan terkencing kencing sampai meninggal karena didatangi oleh penyu yang saebesar VW ini”Gumam saya.

” Beh!. Apakah ini akibat dari larangan nampah penyu?” Menurut para pengamat lingkungan, kalau penyunya terus ditangkap maka penyu itu akan habis.

” Baru beberapa tahun saja larangan itu berjalan, penyunya sudah sebesar VW kodok serta sudah makan orang. Bagaimana kalau sepuluh tahun lagi, mungkin penyunya sebesar Truck Tronton dan menguasai bumi seperti DINOSAURUS yang sering saya tonton di TV”.

”AAAAAAAAHHHHHHH”

medio kaliungu,26 juni 2003.

1 komentar: